MAKALAH
TAKHRIJ HADIST MELALUI HURUF PERTAMA MATAN
DAN LAFAL-LAFAL PADA HADIST
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadist
Dosen
Pengampu : Prof. DR. H. Kasuwi Syaiban, M.A
Oleh :
Eko
Mujitrisno
NIM. 11710032
www.ekomujitmalang.blogspot.com
PROGRAM
STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
Juni 2012
BAB
1
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Al-Hadits merupakan sumber hukum islam ke-2 setelah Al-Qur’an, karena ia
mempunyai peranan penting, terutama sebagai hujjah dalam menetapkan
hukum. Oleh karena itu validasi sebuah hadits harus menjadi perhatian. Hadist
meliputi tigaunsur pkok yaitu perkataa Nabi, perbuatan Nabi dan perbuatan Nabi
yang diketahui oleh Nabi dan Nabisetuju.[1]Hadits
mempunyai tiga unsur penting yakni, sanad, matan dan perawi.
Sanad menurut bahasa adalah “al-mu’tamadu” yaitu sesuatu yang djadikan
sandaran, pegangan, dan pedoman. Menurut istlah ahli hadist sanad adalah mata
rantai para perawi hadist yang menghubungkan sampai kepada matan hadist.
seperti contoh suatu hadist Al-Bukhari dari Inu Mutsanna dari Abdul Wahab
Ats-Tsaafi dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas dari Nabi SAW. Maka hubungan
mereka secara bermata rantai dan sandar menyandar dari siA ke B, dari B ke C
dan seterusnya disebut sanad dan Imam
Bukhari disebut sebagai Perawi.[2]
Dari segi periwayatannya, posisi dan kondisi para perawi yang berderet dalam
sanad sangat menentukan status sebuah hadits, apakah ia shahih, dla’if, atau
lainnya. Dengan demikian ke-a’dalah-an, ke-tsiqoh-an dan ke-dlabith-an
setiap perawi sangat menentukan status hadits.
Sedangkan Matan menurut bahasa berarti keras, kuat, sesuatu yang Nampak
dan yang asli. Berbagai redaksi definisi matan yang diberikan para Ulama’,
tetapi intinya sama yaitu materi atau isi berita hadist itu sendiri yang dating
dari Nabi saw.[3]
Adapun unsur ketiga adalah Perawi yang menurut Dr. Al-Muhdi adalah penyebut
periwayatan seperti Al-Bukhari.[4] Perawi
di sebut juga Mukhorrij yang merupakan bentuk isim fa’il (bentuk pelaku) dari
kata takhrij atau istikhraj dan ihraj yang dalam bahasa diartikan menampakkan,
mengeluarkan, dan menarik.Maksud Mukharrij adalah seorang yang menyebutkan
suatu hadist dalam kitabnya dengan sanadnya.[5]
Diantara kita terkadang
memperoleh atau menerima teks, baik dalam majalah maupun buku-buku agama bahkan
dalam sebagian kitab karya Ulama’ Klasik, yang dinyatakan sebagi hadits tetapi
tidak disertakan sanadnya bahkan tidak pula perawinya. Maka untuk memastikan
apakah teks-teks tersebut benar merupakan hadits atau tidak, atau jika memang
hadits maka perlu diketahui statusnya secara pasti, siapa perawinya dan
siapa-siapa sanadnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka teks tersebut
harus diteliti atau dilacak, darimana teks tersebut diambil (menunjuk pada
kitab sumbernya sekaligus siapa perawinya), dan bagaimana keadaan para perawi
dalam sanad setelah ditemukan sanadnya. Hasilnya akan diketahui sumber teks
(kitab dan penulis atau perawi), maupun sanadnya jika teks pun diketahui apakah
sahih atau tidak. Pelacakan seperti itulah namanya penelitian hadits (takhrij
al-hadits).
Paling tidak ada 5 metode takhri dalam arti penelusuran hadist dari
sumber buku hadist yaitu takhrij dengan kata (bi al-lafzhi), Takhrij dengan
awal matan ( bi awwal almatan), takhrij dengan tema (bi al-mawdhui), dan
takhrij dengan sifat (bi ash-shifah).[6]
Dan dalam makalah ini kami akan membahas dua metode dari 5 metode tersebut
yaitu takhrij dengan awal matan ( bi awwal almatan) dan takhrij dengan kata (bi
al-lafzhi). Dan dari kedua metode tersebut pembahasannya akan dibatasi pada
materi sesuai rumusan makalah yang kami rangkai dengan butir-butir pertanyaan.
Selanjutnya butir-butir pertanyaan dalam rumusan makalah tersebut akan kami
sambung dengan butir-butir pernyataan dari
tujuan makalah. Dengan harapan akhir akan mendapatkan tujuan dari
penulisan makalah ini yang d bahas dan disimpulkan di akhir bab.
- Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang
yang memberi gambaran global makalah ini maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah sbb :
- Apa pengertian Takhrij hadist melalui huruf awal matan ( bi awwal almatan) dan melalui kata (bi al-lafzhi)?
- Apa manfaat dan kelemahan metode takhrij hadist melalui huruf awal matan?
- Apa manfaat dan kelemahan metode takhrij hadist melalui kata/lafadz yang ada pada hadist?
- Tujuan masalah
Berdasarkan
rumusan masalah yang akan kami bahas maka tujuan masalah pada makalah ini
adalah sbb :
- Mengetahui definisi Takhrij hadist melalui huruf awal matan ( bi awwal almatan) dan melalui- kata (bi al-lafzhi)?
- Mengetahui manfaat dan kelemahan metode takhrij hadist melalui huruf awal matan?
- Mengetahui manfaat dan kelemahan metode takhrij hadist melalui kata/lafadz yang ada pada hadist?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Takhrij hadist melalui permulaan matan ( bi awwal almatan) dan melalui- kata (bi al-lafzhi)
Sebelum kita memahami pengertian Takhrij
hadist melalui permulaan matan ( bi awwal almatan) dan
melalui- kata (bi al-lafzhi)ada baiknya jika kita mengulas
sedikit arti dari takhrij hadist itu sendiri.
Secara epistemology kata takhrij
berasal adri kata Kharaja, yakhruju, khuruujan yang mendapat tambahan
tasydid/syiddah pada ra (in fi’il) menjadi kharraja, yukharraj, takhriijan yan
berarti menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan dan menumbuhkan.[7]
1.Mengemukakan hadist kepada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadist itu denganmetode periwayatan yang
mereka tempuh.
2.Ulama hadist mengemukakan berbagai hadist yang telah dikemukakanoleh para guru hadist ,atau berbagai kitab atau
lainnya, yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atautemannya, atau orang lain, dengan menerangkan
siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang
dijadikan sumber pengambilan.
3.Menunjukkan asal-usul hadist dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadist yang disusun oleh para mukharrij-nya langsung (yakni para periwayat yang juga sebagai penghimpun
bagi hadist yang mereka riwayatkan).
4.Mengemukakan hadist yang berdasarkan sumbernya atau berbagaisumber,yakni berbagai kitab,yang didalamnya disertakan metode periwayatannya
dan sanadnya masing-masing, serta diterangkan
keadaan para periwayatnya dan kualitas hadistnya.
5.Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadist pada sumbernya yangasli, yakni berbagai kitab, yang didalamnya dikemukakan hadist itu
secaralengkap dengan sanadnya masing-masing;kemudian,
untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas hadist yang
bersangkutan.
Secara
harfiah, kata takhrij ( تخريج) berasal dari fi’il madli kharaja
(ﺧﺭﱠﺝ)
yang berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari kata
dasar khuruj (خروج) yang berasal dari kata kharaja (خرﺝ) yang berarti
keluar. Perhatikan dua ungkapan dalam dua contoh dibawah ini :
~
‘Umar keluar (khuruj) dari masjid = المسجد من
عمر خرج
~
Bintang mengeluarkan (takhrij) warna = اللون
النجوم ﺧﺭﱠجت
Dengan makna
tersebut maka takhrij al-hadits secara sederhana berarti “mengeluarkan
hadits”, artinya hadits dicari atau dilacak dari sumbernya (kitab hadits).
Adapun
secara terminologis, takhrij al-hadits (الحديث
تخريج) dipahami sebagai cara
penunjukan ketempat letak hadits pada sumber yang orisinil takhrijnya berikut
sanadnya, kemudian dijelaskan martabat haditsnya bila diperlukan. Dr. Mahmud
at-Thahhan menjelaskan bahwa takhrij al-hadits adalah cara penunjukan
sumber asli dari suatu hadits, menjelaskan sanadnya dan menerangkan martabat
nilai hadits yang ditakhrij. Hatim menjelaskan pengertian takhrij al-hadits
sebagai berikut :
بأسانيدها عنها الناقلة فإلى تعذرت فإن المسندة٬ الفرعية فإلى تعذرت فإن المسندة٬ الأصلية مصادره إلى الحديث عزو
غالبا.
ا الحديث مرتبة بيان مع
(Mengembalikan hadist ke sumber-sumber aslinya
yang akurat. Jika pada aslinya tidak ditemukan, maka dirujukkan pada
cabang-cabangnya, dan jika mengalami kesulitan, maka hendaklah dikembalikan
pada catatan yang memeliki sanad, serta menjelaskan tingkatan hadits secara
umum).
Rumusan definitif tersebut mengandung maksud bahwa takhrij
al-hadits adalah upaya menulusuri hadits hingga sumber atau asalnya, baik untuk
menemukan sanad dan perawinya maupun untuk mengklsrifikasi redaksi matannya.
Tanpa demikian dikhawatirkan hadits berada pada posisi dan status yang jauh
dari apa yang diharapkan. Sejarah telah membuktikan bahwa munculnya hadits
palsu (mawdlu’) dengan berbagai faktor dan motifnya telah mempengaruhi
bahkan meracuni kehidupan beragama.Cendikiawan muslim yang mula-mula melakukan
takhrij adalah al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H./1070 M.), lalun Musa al-Hazimi
al-Syafi’i (w. 584 H./1188 M.) dengan karyanya yang berjudul Takhrij
al-Ahadits al-Muhadzdzab. Sedangkan pengertian takhrij hadist melalui permulaan
matan ( bi awwal almatan) dan melalui- kata (bi al-lafzhi) kami uraikan
berikut.
1.
Pengertian Takhrij hadist melalui huruf awal matan ( bi awwal almatan.
Sedangkan takhrij hadist dengan lafal pertama hadist ini adalah mentakhrij hadist berdasarkan
lafal pertama. Dan ini sangat tergantung pada lafadz pertama matan
hadits.
Takhrij hadist ini adalah takhrij hadist yang menggunakan permulaan matan
dari segi hurufnya, misalnya awal suatu matan dimulai huruf mim maka dicari
pada bab mim jika diawali huruf ba’ maka dicai pada huruf ba’dan seterusnya.
Takhrijseperti ini diantaranya dengan menggunakan kitab al-Jami’ Ash-Shagir
atau Al-Jami’ Al-Kabir karangan As-Suyuthi dan Mu’jam Jami’ Al-Ushul fi Ahadist
Ar-Rasul karya Ibnu Al-Atsar.[9]
Hadits-hadits dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafadz
pertamanya menurut urutan huruf hijaiyah. Misalnya, apabila akan men-takhrij
hadits yang berbunyi;
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُرْعَةِ
Untuk mengetahui lafadz lengkap dari penggalan matan
tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu
pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Dalam kamus
yang disusun oleh Muhammad fuad Abdul Baqi, penggalan hadits tersebut terdapat
di halaman 2014. Bearti, lafadz yang dicari berada pada halaman 2014
juz IV. Setelah diperiksa, bunyi lengkap matan hadits yang dicari adalah;
عَنْ اَ بِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاَلَ: لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِاالصُرْعَةِ اِنَّمَا الشَدِيْدُ
الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَالغَيْبِ
Artinya: Dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat (perkasa)
itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut
sebagai orang yang kuat adalh orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia
marah”.
2. Takhrij hadist melalui kata (bi al-lafzhi)
Adapun Metode takhrij dengan lafal-lafal yang terdapat
pada Hadist ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat
dalam matan hadits, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam
metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian
haditsnya sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud dapat diperoleh lebih
cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitik beratkan
pencarian hadits berdasarkan lafadz – lafadznya yang asing
dan jarang penggunaanya.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al – Mu`jam Al
– Mufahras li Al-faz Al – Hadit An – Nabawi.[10]
Kitab ini mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat di dalam Sembilan kitab
induk hadits sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi,
Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ malik, dan
Musnad Imam Ahmad.
Contohnya pencarian hadits berikut;
اِنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ
طَعَامِ الْمُتَبَارِيَيْنِ أَنْ يُؤْكَلَ
Dalam
pencarian hadits di atas, pada dasrnya dapat ditelusuri melalui kata-kata naha
(نَهَى)
ta’am (طَعَام), yu’kal (يُؤْكَلْ) al-mutabariyaini (المُتَبَارِيَينِ).
Akan tetapi dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk
menggunakan kata al-mutabariyaini (المُتَبَارِيَيْنِ) karena kata tersebut jarang adanya.
Menurut penelitian para ulama hadits, penggunaan kata tabara (تَبَارَى)
di dalam kitab induk hadits (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali.
Penggunaan metode ini dalam mentakhrij suatu hadits dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan
dipergunakan sebagai alatuntuk mencari hadits. Sebaiknya kata kunci yang
dipilih adalah kata yang jarang dipakai, karena semakin bertambah asing kata
tersebut akan semakin mudah proses pencarian hadits. Setelah itu, kata tersebut
dikembalikan kepada bentuk dasarnya. Dan berdasarkan bentuk dasar
tersebutdicarilah kata-kata itu di dalam kitab Mu’jammenurut urutannya
secara abjad (huruf hijaiyah).
Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang
terdapat di dalam hadits yang akan kita temukan melalui Mu’jam ini. Di
bawah kata kunci tersebut akan ditemukan hadits yang sedang dicari dalam bentuk
potongan-potongan hadits (tidak lengkap). Mengiringi hadits tersebut turut
dicantumkan kitab-kitab yang menjadi sumber hadits itu yang dituliskan dalm
bentuk kode-kode sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat pencarian
hadits dan memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang
terdapat dalam matan hadits. Selain itu, metode ini juga memiliki
beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu
kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.[11]
B.
Manfaat dan kelemahan metode takhrij hadist melalui huruf awal matan
Beberapa kelebihan
metode takhrij hadist melalui huruf awal matan adalah:
-Metode
ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi seorang
mukharrij untuk menemukan hadits-hadits yang dicari dengan cepat.
-Meskipun
tidak hafal semua hadist, dengan lafal pertama saja dapat dengan cepat
menyampaikan pada hadist yang dicari.
- Akan
ditemukan hadist lain yang tidak menjadi obyek pencarian dan mungkin
dibutuhkan.
Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, mak akan sulit unruk menemukan hadits yang dimaksud. Sebagai contoh ;
Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, mak akan sulit unruk menemukan hadits yang dimaksud. Sebagai contoh ;
اِذاأَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَ خُلُقَهُ
فَزَوِّجُوْهُ
Berdasarkan
teks di atas, maka lafadz pertama dari hadits tersebut adalah iza
atakum (اِذا اَتَاكُمْ). Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafadz
pertamanya adalah law atakum (لَوْ اَتَا كُمْ) atau iza ja’akum (اذاجَاءَكُمْ),
maka hal tersebut tentu akan menyebabkan sulitnya menemukan hadits yang sedang
dicari, karena adanya perbedaan lafadz pertamanya, meskipun ketiga lafadz
tersebut mengandung arti yang sama.
- Jika
terdapat kelainan lafal pertama misalnya lafal yang diingat bukanlah lafal awal
hadist maka akan berakibat sulit menemukan hadist tersebut.
-Jjika
lafal yg dianggap awal hadis bkn awal hadis; 2. jika trjadi penggantian lafal
yg diucapkan Rasul.
C.
Manfaat dan kelemahan metode takhrij hadist melalui
kata pada hadist
Adapun kelebihan dari metode takhrij dengan
lafal-lafal yang ada pada hadist adalah sebagai berikut :
- Metode
ini mempercepat pencarian hadits-hadits.
-Hadits-hadits dibatasi dalam beberapa
kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman.
- mempercepat
pencarian hadits
-memungkinkan pencarian hadits melalui kata apa
saja yang terdapat dalam matan hadits.
-Jika
terdapat kelainan lafal pertama misalnya lafal yang diingat bukanlah lafal awal
hadist maka akan berakibat sulit menemukan hadist tersebut.
-jika
lafal yg dianggap awal hadis bkn awal hadis;
-jika
trjadi penggantian lafal yg diucapkan Rasul.
Sedangkan segi kelemahannya metode takhrij dengan
lafal-lafal yang ada pada hadist adalah :
-Keharusan
memiliki kemampuan bahasa Arab dan ilmu-ilmu pendukungnya. Karena metode ini
menuntut untuk mengembalikan kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.
-Metode
ini tidak menyebutkan nama perawi dari kalangan sahabat. Untuk mengetahui
ama-ama sahabat yang menerima hadits ini dari nabi SAW mengharuskan kembali
kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya dengan kitab ini.
-Terkadang
hadits tidak langsung ketemu dengan satu kata sehingga harus menggunakan
kata-kata lain
BAB III
KESIMPULAN
Setelah membahas ulasan makalah tersebut maka kami
mendapatakan kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengertian Takhrij hadist melalui huruf awal matan ( bi
awwal almatan.
Takhrij
hadist dengan lafal pertama matan hadist ini
adalah mentakhrij hadist berdasarkan lafal pertama. Dan ini sangat tergantung
pada lafadz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode
ini dikodifikasi berdasarkan lafadz pertamanya menurut urutan huruf
hijaiyah.
Takhrij
hadist ini adalah takhrij hadist yang menggunakan permulaan matan dari segi
hurufnya, misalnya awal suatu matan dimulai huruf mim maka dicari pada bab mim
jika diawali huruf ba’ maka dicai pada huruf ba’ dan seterusnya. Takhrijseperti
ini diantaranya dengan menggunakan kitab al-Jami’ Ash-Shagir atau Al-Jami’
Al-Kabir karangan As-Suyuthi dan Mu’jam Jami’ Al-Ushul fi Ahadist Ar-Rasul
karya Ibnu Al-Atsar.
2. Takhrij hadist melalui kata (bi al-lafzhi)
Adapun Metode takhrij dengan lafal-lafal yang
terdapat pada Hadist ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang
terdapat dalam matan hadits, baik berupa kata benda ataupun kata
kerja. Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan
adalah bagian haditsnya sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud dapat
diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitik
beratkan pencarian hadits berdasarkan lafadz – lafadznya yang
asing dan jarang penggunaanya.
3. Manfaat dan kelemahan metode takhrij hadist melalui huruf awal matan
ñ memberikan
kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan
hadits-hadits yang dicari dengan cepat.
ñ Meskipun
tidak hafal semua hadist, dengan lafal pertama saja dapat dengan cepat
menyampaikan pada hadist yang dicari.
ñ Akan
ditemukan hadist lain yang tidak menjadi obyek pencarian dan mungkin
dibutuhkan.
Kelemahan Metode Takhrij hadist dengan lafal pertama
seperti :
ñ Jika
terdapat kelainan lafal pertama misalnya lafal yang diingat bukanlah lafal awal
hadist maka akan berakibat sulit menemukan hadist tersebut.
ñ jika
lafal yg dianggap awal hadis bkn awal hadis; 2. jika trjadi penggantian lafal
yg diucapkan Rasul.
4. Manfaat dan kelemahan metode takhrij hadist melalui
kata pada hadist
Adapun kelebihan dari metode takhrij dengan lafal-lafal
yang ada pada hadist adalah sebagai berikut :
ñ Metode
ini mempercepat pencarian hadits-hadits.
ñ Hadits-hadits dibatasi dalam beberapa
kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman.
ñ mempercepat
pencarian hadits
ñ memungkinkan pencarian hadits melalui kata apa
saja yang terdapat dalam matan hadits.
ñ Jika
terdapat kelainan lafal pertama misalnya lafal yang diingat bukanlah lafal awal
hadist maka akan berakibat sulit menemukan hadist tersebut.
ñ jika
lafal yg dianggap awal hadis bkn awal hadis;
ñ jika
trjadi penggantian lafal yg diucapkan Rasul.
Sedangkan segi kelemahannya metode takhrij dengan
lafal-lafal yang ada pada hadist adalah :
ñ Keharusan
memiliki kemampuan bahasa Arab dan ilmu-ilmu pendukungnya. Karena metode ini
menuntut untuk mengembalikan kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.
ñ Metode
ini tidak menyebutkan nama perawi dari kalangan sahabat. Untuk mengetahui
ama-ama sahabat yang menerima hadits ini dari nabi SAW mengharuskan kembali
kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya dengan kitab ini.
ñ Terkadang
hadits tidak langsung ketemu dengan satu kata sehingga harus menggunakan
kata-kata lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mandzur,
Ibnu, Lisaan Al-Arab, Juz II
al-Madani,
Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits al-Qadsiyyah
Al-Marbawi, kamus idis
Al-Marbawi
Al-Mu`jam
Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadits An-Nabawi.
Al-Muhdi, Thuruq
Al-Takhrij
Ash Shiddieqy,
Teungku Muhammad Hasbi, sejarah dan pengarang ilmu hadist,PT. Pustaka RizkiPutra,Semarang,2009.
ismail,Syuhudi,
metodologi penelitian hadist,Jakarta,1990
Khon,Abdul
Majid Haji, Ulumul Hadist, AMZAH, Jakarta cetakan kedua : Februari 2009
Muhammad,Abu Bakar,
Hadist Tarbiyah, al-ihlas, Surabaya : 1995
Munawwir,
Ahmad Warson, Kamus Munawwir
Syuhudi
ismail,metedologi penelitian hadist,Jakarta,1990
Thahan,Mahmud,
Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid,
Yuslem,
Nawir, Ulumul Hadis,
Ibnu Al-Mandzur, Lisaan Al-Arab, Juz II
[1] Abu Bakar Muhammad, Hadist Tarbiyah, h. 17
[2] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, h. 97, dengan sedikit
perubahan untuk memudahkan pemahaman.
[3] Ibid, h. 103
[4]
Al-Muhdi, Thuruq Al-Takhrij….,h. 9
[5] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, h. 103 dengan
perubahan penyusunan penulisan seperlunya.
[6] Ibid h. 119
[7]
Al-Marbawi, kamus idis Al-Marbawi,… h. 167
[9] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, h.123-124
[10]Al-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadits An-Nabawi.32
terima kasih pak...
BalasHapussangat membantu saya....
semoga ilmunya bermanfaat pak....